Langsung ke konten utama

ARABIYANI AKTIVIS SMUR (SOLIDARITAS MAHASISWA UNTUK RAKYAT)



Syahdan, pada 1998, dilaksanakanlah mogok makan pertama di Aceh. Peserta mogok makannya pentolan SMUR; Arie Maulana, Agus Wandi, Tarmizi, Kautsar, Zulham, Rafael, dan dua orang perempuan yang terlupa namanya. SMUR merupakan organisasi perlawanan paling radikal di zamannya. Waktu itu Bang Budi Art menjabat sebagai ketua. Bang Bal Farabi tidak pernah absen dilokasi. Adalah Alexander Zulkarnaini yang memperkenalkan Arabiyani pada salah seorang pemogok makan.

Abang Arabiyani, Azmi Abubakar, datang dari Jakarta dan menginap bersama pemogok makan. Sambil berdiskusi tentang dinamika hubungan Aceh dan Jakarta. Sebagai adik, Arabiyani bertugas mengantar, menemani, dan menjemput Azmi. Rutinitas antar jemput ini menjadikan Arabiyani berkenalan dengan materi diskusi mereka. Arabiyani akrab dengan aroma dan resiko perjuangan karena terinspirasi dari sepak terjang Azmi, salah seorang tokoh pergerakan reformasi ‘98 di Jakarta.

Bersamaan dengan pelaksanaan mogok makan, Arabiyani dan beberapa teman perempuan, Sri Wahyuni Ida Wahyuni Kak Saprina Siregar mendirikan Forum Komunikasi Aksi Mahasiswi Aceh (FKAMA). Aksi pertama sekaligus merayakan hadirnya FKAMA melengkapi hangatnya aktivisme di Aceh, dilaksanakan testimoni. Dihadirkanlah korban kekerasan seksual TNI selama dilaksanakan Operasi Jaring Merah. Turut hadir juga Nyak Widy Ampon yang saat itu membantu terlaksananya acara. Sebagaimana diduga, testimoni berjalan panas.

“Perkosaan dan pelecehan seksual adalah hal yang wajar terjadi dalam kondisi perang. Karena terlalu lama pasukan itu jauh dari pasangannya” demikian pernyataan seorang perwakilan tentara Indonesia yang hadir dalam acara testimoni.

Tertarik dengan kritisisme ativis SMUR, Arabiyani bergabung dalam organisasi militan ini. Setelah melewati beberapa hari pendidikan politik sebagai prasyarat bergabung dalam SMUR, Arabiyani resmi menjadi seorang kader SMUR pada tahun yang sama; 1998. Tugas pertama sebagai kader SMUR, Arabiyani diminta melakukan aksi mogok makan di gedung KPU, Jakarta. Berangkatlah para pemogok makan menggunakan bis PMTOH, dari Aceh menuju Jakarta.

“Kami menuntut ditariknya militer dari Aceh, dan menolak pelaksanaan pemilu di bawah todongan senjata.” Demikian tuntutan para pemogok makan.

Mogok makan ini dilakukan bersama Fakhri Abdul Muthalib alias Fakri Vijay (sekarang PNS Inspektorat Daerah Pidie Jaya), Kasibun Daulay (sekarang tokoh PKS Aceh), Risma Ther Cut Nyak Ther (sekarang caleg DPRA Dapil 1 mewakili PPP), Nanda dan Tarmizi Msi (sekarang caleg DPRA Dapil 1 mewakili PNA). Kesan mendalam selama aksi, Alm. Cak Munir turut hadir memberikan dukungan penuh selama aksi ini berlangsung. Dukungan penuh juga diberikan oleh Zulfan Djawon Muhammad , Meli, dan Bram, nama alias Ibrahim, dosen top dari UMINAL.
Tahun-tahun sebagai anggota SMUR, Arabiyani menikmati banyak aktivitas seru. Menjadi bagian SMUR adalah keputusan terbaik Arabiyani. SMUR memberikan pengalaman politik paling menggairahkan bagi Arabiyani.

Arabiyani turut terlibat mendirikan biro kemanusiaan SMUR saat krisis di Pusong dan Simpang Keramat; nantinya lebih dikenal dengan sebutan People Cricis Centre (PCC). Bersama Ferinayu Iby, Cut Mas, Kautsar , Alm. Zul Berbi, Juanda Djamal, Linda Hyawata, dan Pak Balah sebagai pendukung utama. Saya ingat ketika posko ini berdiri Sri Rm Simanungkalit dan Raflis Rusdi berkunjung. Bang Ahmad Taufan Damanik dan Kak Sri Eni Purnamawati penyemangat. Bang Nezar Patria yang saat itu masih gondrong sempat berkunjung dan turut menikmati hidangan dirumah Pak Balah. Azmi juga beberapa kali datang berkunjung.

Masa itu SMUR sedang mensosialisasikan Referendum untuk Aceh. Furqan 'Efqi' Aceh dan Jawon sempat mendekam dipenjara karena terciduk saat membuat mural kata "Referendum" di atap terminal Lhokseumawe.

PCC tidak saja beroperasi di pesisir utara-timur Aceh, tapi juga bekerjasama dengan kawan WAKAMPAS di kawasan pesisir barat-selatan. Pada suatu hari, terdengar kabar, Cut Yulinar bersama beberapa orang ibu-ibu penghuni camp di Aceh Selatan melakukan adegan heroik; berdiri berjejer memasang badan untuk melindungi pengungsi.

“Kalau mau hancurkan pengungsian ini, lewati dulu mayat kami!”. Kaum perempuan berbaris menghalangi reo tentara yang hendak meluluh lantakkan camp pengungsian di Aceh Selatan.

Selama terjadi pengungsian sepanjang 1999-2000, SMUR berhasil meyakinkan Petinggi GAM mengenai pentingnya Pendidikan Politik bagi para kombatan. Maka sejak saat itu, kami punya tugas tambahan; melaksanakan serial pendidikan politik ke daerah rawan. Perjalanan pertama saya bersama Fadilah Fadhilah ke kawasan Batee Iliek. Melakukan pendidikan pada beberapa pasukan Inoëng Balè dan masyarakat setempat. Dikpol dilaksanakan di sebuah sekolah. Saya tidak ingat apakah kak Nisah Farsyah adalah salah seorang Inong Balee itu atau bukan. Yang jelas para peserta membawa serta senjatanya keruang dikpol. Sedikit mencekam memang. Diluar kelas suasanya tidak kalah menegangkan. Beberapa anggota GAM laki-laki, bersenjata dan dalam posisi siaga menjaga berlangsungnya dikpol. Sungguh pengalaman berharga dan dramatis bagi saya pribadi.
Arabiyani sebagai kader SMUR pernah juga diundang ke Amerika untuk menghadiri konferensi tentang Aceh. Dilaksanakan di University Of Washington. Pertemuan ini ditutup dengan berdirinya Aceh Civil Society Task Force digawangi Juanda Jamal. Ada Kak Farida Haryani, Kak Noni Nurtini, Kak Nurma, dan Alm Imam Syuja.

Ketika terjadi penembakan warga Simpang KKA, SMUR memerintahkan pasukannya melakukan investigasi dan membantu penanganan korban yang butuh perawatan medis. Arabiyani dan beberapa kawan lain, termasuk Husna Sabang, kedapatan tugas berjaga dirumah sakit Zainal Abidin. Dengan sedih satu persatu korban yang tidak mampu diselamatkan rumah sakit, diantar pulang ke Simpang Kramat.

Bersama (Almh) Cut Agustina mendapat mandat, melakukan pengorganisiran dan pengorganisasian demi berdirinya ORPAD. Organisasi Perempuan Aceh Demokratik. Cut Ibu, demikian kami biasa memanggil, punya honda merah hadiah Abah dan Mami. Menemani kami mendatangi satu persatu calon anggota. Nursida Matulesi pasti ingat bagaimana dia terjebak menjadi anggota ORPAD dan menikmatinya.

Arabiyani sempat pula bertarung dalam kontestasi pemilihan Presiden Mahasiswa. Momen ini tercatat sebagai sejarah baru. Arabiyani sebagai perempuan pertama yang mencalonkan diri. Pencalonan ini juga bagian dari tugas seorang kader yang diberikan oleh organisasinya. Melakukan kampanye anti militer di kampus. Kalau tidak salah Maitanur Mahyeddin sempat ikut ambil bagian. Hendra Fadli Alias Polis menjadi manajer pemenangan Arabiyani.

“Lakukan transparansi pengelolaan kampus! Tolak militerisme di kampus! Kembalikan Tri Dharma Perguruan Tinggi pada khittahnya!” Demikian orasi Arabiyani pada debat kandidat. Serambi Indonesia keesokan harinya memuat foto seorang perempuan berjas almamater, memegang microfon menyatakan visi misinya diantara lautan mahasiswa di lapangan Tugu, Darussalam.

"Spanduk kee waktu kampanye di kampus keren-keren Yak!" Kata Aferdian Munir. Kalau tidak salah, Honda Supra biru Rima Shah Putra pernah jadi kendaraan andalan selama mobilisasi dukungan dari kampus ke kampus. Saya tidak ingat, siapa yang memperkenalkan saya dengan Sri Yuli Hartati yang waktu itu kuliah di PDPK. Saya pun mendapat kesempatan meraup suara banyak dari PDPK. Yang jelas pertemuan itu terlaksana di La Kaspia.

SMUR memang mampu leading dalam beberapa isu. Ada sekian momentum politik yang berhasil diciptakan oleh SMUR dan bergulir menjadi isu bersama elemen mahasiswa dan sipil lain di Aceh. Sebut saja Mogok Massal. Bukan saja melibatkan organ perlawanan, tetapi berhasil menarik serta ORGANDA dalam aksi. Organda sebagai pihak yang sangat dirugikan karena harus sering menyerahkan memberikan sumbangan pada setiap check point. Ketua panitia waktu itu Muhammad Taufik Abda. Selanjutnya Boikot Pemilu yang juga tidak kalah sukses. Masyarakat yang hadir ke TPS rendah sekali tingkat partisipasinya. Itupun disinyalir akibat adanya mobilisasi dibawah tekanan senjata. Termasuk pengguliran isu Referendum sebagai isu bersama yang mengeratkan semua elemen perjuangan di Aceh. Tidak hanya secara lembaga, tapi juga menjadi mesin penggerak rakyat Aceh.
Semua pembelajaran ini menempa sensitifitas Arabiyani, terlebih ketika tanpa sengaja jatuh dalam dunia aktivis kampus yang menegangkan, dan rangkaian perjuangan keAcehan penuh bahaya setelahnya.

--Foto terlampir diambil saat Arabiyani, berjilbab biru donker membelakangi kamera, melakukan mogok makan di KPU, Jakarta--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reviktimisasi Korban Akibat Kurang Bijak Menjaga Jemari

“Ayah…, maafin P ya yah, P udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi P berani sumpah kalau P gak pernah jual diri sama orang. Malam itu P Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus P duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan P.” “Sekarang P gak tau harus gimana lagi, biarlah P pigi cari hidup sendiri, P gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin P ya..!!, nanti P juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah P belajar hidup mandiri, P harap ayah gak akan benci sama P, Ayah sayang kan sama P..???, P sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin P ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (P sayang Ayah).”  P, memilih mengakhiri hidupnya dengan seutas tali. Seperti dilansir Tribun News pada Selasa, 11 September 2012 lalu. Kemarin malam, saya sangat terkejut dengan bombardir berita di linimasa laman facebook. Penangkapan sejumlah laki-laki dan perempuan yang disangkakan menyalahgunakan narkotika, disertai foto-foto jelas, berikut nama dan alamatnya. Sung

KURSI-KURSI PATAH ( Cerita Pendek)

KURSI-KURSI PATAH H-40 “Kak, pergi terus ke SPBU Paya Meuneng ya, orang pak geuchik dah tunggu disitu. Nyak ke tempat Kak Darna sebentar, air asinnya macet lagi di dapur garam” itu yang tertangkap oleh indra pendengaran Biya. Suara Nyak tidak terlalu jelas. Beberapa kali kami bertelepon, tepat ketika Nyak berada di rumahnya, selalu saja suara yang terdengar tidak jelas. Padahal gampong Nyak berada di kecamatan Jangka. Dekat dengan kota Bireuen. Tidak juga terletak di lembah yang sulit menerima signal telepon. Sulit juga menerka alasan apa yang membuat sinyal telepon disitu tidak baik. Biya sendiri selalu lupa menanyakan penyebabnya pada Nyak. Kak Darna yang dimaksud Nyak adalah salah seorang tim pemenangan Biya. Kak Darna punya usaha dapur pembuatan garam di Jangka. Air asin sebagai bahan bakunya di dapat dari laut yang berjarak 50 meter saja dari pintu belakang tempat usahanya. Dialirkan melalui pipa panjang. Dipompa menggunakan mesin. Sudah beberapa bulan terakhir paso

AADL (Ada apa dengan Lokop?)

Lokop, mendengar atau membaca nama tersebut pasti membuat otak gatal untuk mulai bertanya, bagi yang tidak pernah mendengar pasti akan bertanya, didaerah mana ya Lokop itu? Bagi yang sdah pernah mendengar pertanyaanya bisa berbunyi ; bagaimana kondisinya sekarang ?, Lokop berjarak kurang lebih 80 KM dari Langsa. Perjalanan kesana memakan waktu kurang lebih 3 jam 45 menit terhitung dari Langsa. Kalau dimulai dari kota peurelak mungkin bisa ditepuh dengan waktu 3 jam saja. Sebenarnya perjalanan kesana tidak akan terlalu lama apbila jalan aspal (jalan propinsi) yang sudah dibuat oleh pemda tidak seburuk sekarang ini. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi jalan disana, mulai dari banjir bandang yang baru-baru ini melanda, truk kapasitas besar yang serign emlintas dengan muatan yang tidak ringan, curhahujan tinggi yang semakin sering mengikis pinggiran jalan. Curah hujan tinggi ternyata tidak hanya membuat pengikisan bibir jalan, tetapi juga membuat alur baru yangterkadang memotong jalan