Langsung ke konten utama

KURSI-KURSI PATAH ( Cerita Pendek)




KURSI-KURSI PATAH

H-40

“Kak, pergi terus ke SPBU Paya Meuneng ya, orang pak geuchik dah tunggu disitu. Nyak ke tempat Kak Darna sebentar, air asinnya macet lagi di dapur garam” itu yang tertangkap oleh indra pendengaran Biya. Suara Nyak tidak terlalu jelas. Beberapa kali kami bertelepon, tepat ketika Nyak berada di rumahnya, selalu saja suara yang terdengar tidak jelas. Padahal gampong Nyak berada di kecamatan Jangka. Dekat dengan kota Bireuen. Tidak juga terletak di lembah yang sulit menerima signal telepon. Sulit juga menerka alasan apa yang membuat sinyal telepon disitu tidak baik. Biya sendiri selalu lupa menanyakan penyebabnya pada Nyak.

Kak Darna yang dimaksud Nyak adalah salah seorang tim pemenangan Biya. Kak Darna punya usaha dapur pembuatan garam di Jangka. Air asin sebagai bahan bakunya di dapat dari laut yang berjarak 50 meter saja dari pintu belakang tempat usahanya. Dialirkan melalui pipa panjang. Dipompa menggunakan mesin. Sudah beberapa bulan terakhir pasokan air asin tersendat. Menurut Kak Darna, tambak-tambak yang sedang marak di bibir pantai menyedot air asin. Tambak mengambil tempat diantara pantai dan dapur-dapur garam milik penduduk setempat. Otomatis jalannya air asin terhalang karena keberadaan tambak tadi.

Nyak punya nama asli. Ikhlas namanya. Kenyataannya, nama panggilan “Nyak” lebih populer dibandingkan nama aslinya. Biya sudah berkenalan dengan Nyak lebih dari 10 tahun. Dari mulai Nyak remaja, menginjak dewasa, menikah, dan memiliki dua anak.

Demi menerima telepon dari Nyak, Biya yang semula bergerak dari Bireuen melewati Matang dan Kutablang menuju Gandapura, meminta Bang Reza, juru kemudi, memutar haluan mobil.  Kembali menuju arah Bireuen. SPBU Paya Meuneng berada diantara Matang dan Kota Bireuen. Kalau dari arah Gandapura, posisi SPBU tepat disisi kiri jalan raya.

SPBU ini asri. Walaupun terik hari, suasana disini tetap adem. Tersedia mushola yang nyaman. toilet bagus dan bersih. dilengkapi kedai kopi yang cocok menjadi materi foto di instagram. Tiga batang kelengkeng tumbuh subur dan rimbun di selasar depan kedai kopi, bersebelahan dengan toilet. Membuat suasana semakin teduh.  kolam ikan ukuran 3 x 2 meter berikut air mancur terletak di halaman mungil antara kedai kopi, toilet dan mushola.. Banyak orang singgah untuk menggunakan toilet, istirahat, sholat, meneguk kopi, disamping mengisi bahan bakar tentunya.

Biya menyapu ruangan kedai kopi dengan pandangan matanya. Kedai kopi tidak menyisakan meja kosong. Semua penuh terisi. Laki-laki dan perempuan bercampur dalam irama tidak senada. Tidak peduli walaupun baru-baru ini Bupati Bireuen mengeluatkan himbauan yang isinya antara lain larangan perempuan bekerja malam hari di Bireuen dan larangan tidak boleh duduk satu meja anatara laki dan perempuan yang bukan muhrim. Termasuk pembatasan jam kerja kepada pekerja perempuan, hanya boleh sampai jam 21:00 WIB.

Akibat himbauan ini, mulai terjadi penyusutan pengunjung di warung kopi. Kemudian, muncul ke khawatiran baru; pedagang nasi dan mie goreng perempuan yang berjualan malam hari akan mulai kehilangan mata pencaharian.Bukan hanya penjual yang kehilangan mata pencaharian, bisa dipastikan pekerja mereka juda demikian. Biasanya pedagang nasi juga punya pekerja yang membantu merrka belanja dan mengolah bahan mentah sampai siap dijual.

Bireuen adalah kota transit. wisata kuliner malam harinya sangat terkenal. pemberlakuan himbauan ini bisa berdampak serius pada kehidupan ekonomi masyarakat Bireuen. Ketakukan yang lain adalah  mulai ada sweeping di warung kopi mengincar lelaki dan perempuan yang bukan muhrim.

Meme sarkas mulai beredaran di medsos menyusul meluasnya sebaran himbauan ini.
“Tidak boleh semeja, tapi sekursi boleh.”
“ Lantai satu khusus perempuan, lantai dua khusus laki laki.”
“STOP! kedai kopi hanya untuk yang sudah menikah!”

Bireuen memang lucu.  

Biya kebingungan mengenali orang yang akan dijumpainya  diantara keramaian pengunjung seperti ini. Geuchiek yang dimaksud Nyak tidak pernah dikenal sebelumnya.

“Sini Bu!”

Seseorang melambaikan tangan dan berteriak kearah Biya. Nampaknya inilah geuchiek yang dimaksud Nyak. Ada tujuh orang laki-laki berseragam Pakaian Dinas Harian (PDH). Satu stel baju  warna khaki lengkap dengan atributnya. Tidak ketinggalan lencana KORPRI dan papan nama yang dikenakan di dada. PDH ini wajib dikenakan Kepala Desa dan Perangkat Desa, biasanya pada Senin, Selasa dan Sabtu. Ketujuhnya duduk melingkari meja kopi.
Laki-laki berperawakan tegap yang melambaikan tangan kearah Biya bangun dari duduknya. Berdiri menunggu Biya menghampiri. Sama dengan yang lain, dia juga mengenakan seragam dinas geuchiek. Kulitnya sawo matang dengan tinggi sekitar 175 cm, memiliki rambut ikal dan hitam mengkilap, tersisir ke arah belakang. Laki-laki itu memberikan senyum, menampakkan jejeran gigi rapi. Yang lain setia pada posisi duduk masing-masing, tetapi wajah mereka semua menatap ramah kearah Biya.

Biya bergegas menuju ke asal suara. Bergerak cepat melewati meja kursi yang menghalang jalannya kepada sekelompok orang, yang dia duga adalah orang yang seharusnya dijumpai. Pengunjung lainnya saling lomba mengeraskan suara.

“Assalamualaikum…” Biya mengucapkan salam.

“Waalaikumsalam” serentak salam Biya dibalas oleh ketujuh laki-laki tersebut.

Biya membalas senyum, mengulurkan tangan kepada semua laki-laki berseragam tadi. Beberapa kali Biya menyebutkan namanya sembari menggenggam erat tangan mereka. Pemilik suara tadi masih juga berdiri, diikuti dua orang lainnya. Dua orang  geuchik terlihat sedikit mengangkat badan. Antara ingin berdiri menyambut dan enggan melepaskan pelukan kursi. Sisanya membiarkan pantatnya menempel erat pada kursi. Yang jelas, semuanya sama-sama menganggukkan kepala, membalas jabat tangan Biya seraya membentuk sebaris senyum tipis di bibir.

Laki-laki yang melambaikan tangan tadi menarik satu kursi dari meja seberang yang dikerubungi beberapa remaja. Diawali dengan permisi pada kumpulan remaja itu, meminta izin menggunakan satu kursi yang tidak ditempati. Kursi diletakkan di antara lingkaran duduk para geuchiek. Kemudian mempersilahkan Biya duduk diantara mereka. Bang Reza mencari kursi kosong ditempat lain dan menyusul duduk bersama.

Kulit-kulit kacang berserakan di meja. Pola yang tercipta oleh kulit kacang bermacam-macam. Ada yang rapih terkumpul pada satu tumpukan. Ada juga yang berpencar tiada aturan. Beberapa cangkir kopi telah kosong menyisakan noda pada dinding dan dasarnya. Piring kecil dibawah cangkir juga tidak luput terisi kulit kacang dan puntung rokok.  Cangkir-cangkir lainnya masih menyimpan sedikit minuman berbahan dasar kopi. Ada juga piring makan lengkap dengan sendok garpu, dan irisan timun berikut tomat. Bertumpuk di pinggir meja. Bisa ditebak itu piring bekas mie atau nasi goreng.

“Apa kabar, Bu?”

“Wah Pak Geuchiek Taufan! Kabar baik… Alhamdulillah… rapi kali hari ini, Pak.. abis ada acara ya?”

Biya sumringah mendapati ada satu orang yang dikenal. Namanya geuchiek Taufan.

“Betul Bu.. kami cabut dari acara di Aula Setdakab.  Hari ini kami janjian bertemu membahas kedatangan UAS ke Peusangan. Kami panitia Bu. Kalau ibu tidak berhalangan datang ya.. acaranya di Kutablang, di lapangan bola. Ba'da Ashar bu”

“Insya Allah pak geuchik, saya akan hadir, yang di pinggir jalan raya kan, Pak?”

“Betul bu, jangan lupa kalau ada rezeki lebih… untuk tambahan snack panitia..hehehe”

Biya meringis.

Geuchik Taufan. Geuchik gampong Tanjong Raya, sudah dua tahun ini  berteman di Facebook dengan Biya. Beberapa kali mereka terlibat saling balas komentar pada suatu postingan. Belum lama ini Geuchiek Taufan dilantik kembali untuk periode kedua. Memenuhi undangan Geuchik Taufan,  Biya hadir pada kenduri pelantikan.

“Kenalkan bu, ini Geuchik Anwar, lajang masih bu…, Ini Geuchik Syeh, Geuchik Jol, dan Geuchik Murdhani. “

Geuchik Anwar mengulum senyum pada wajahnya yang menyemburat kemerahan. Tangan kanannya mengusap-usap kepala. Terlihat jam logam ukuran besar, sedikit kekendoran, melingkari pergelangan tangan.

Geuchiek Taufan menunjuk sesuai nama ke arah lelaki ber-PDH disamping kiri dan kanannya. Yang disebutkan namanya masih konsisten mengangguk dan melempar senyum pada Biya.

Belum selesai memperkenalkan semua yang hadir, sekonyong-konyong muncul Nyak.

“Assalamualaikum”

“Waalaikum salam”

“Maaf telat, tadi ada urusan sedikit di gampong. Udah kenal kak? Ini Geuchik Suloy dan Geuchik Don.” Nyak menunjuk pertama kali kepada laki-laki yang menyambut Biya tadi. Kebetulan kedua  orang ini memang belum sempat diperkenalkan oleh Geuchiek Taufan.

“Jadi, orang ni mau kenalan sama kakak, mau tanya-tanya juga, kak Biya sebagai caleg DPRA”

“Ya betul bu…” geuchik Suloy menimpali. Yang lain mengangguk setuju.

“Ibu kan naik dari Partai Aceh. Partai Aceh kan ada struktur partai dan KPA Bu. Kalau kami mau mendukung bagaimana nanti dengan struktur, apa tidak tumpang tindih?”

KPA yang dimaksud Geuchiek Suloy adalah Komite Peralihan Aceh. Setelah lahirnya kesepakatan damai antara pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka, dibentuklah KPA. KPA dan PA adalah sebuah kesatuan, demikian klaim sebagian masyarakat di akar rumput.

Biya menjelaskan bagaimana kerja yang telah dilakukannya setengah tahun kebelakang. Bahwa dia menyasar kelompok perempuan sebagai konstituen. Walaupun dalam prosesnya juga harus membuka diri pada keterlibatan tim sukses dan pemilih laki-laki.

Biya menerangkan apa dan bagaimana komitmen yang akan disepakati apabila terpilih nanti. Biya juga menegaskan, bahwa dia tidak akan menempuh jalur politik uang untuk mendapatkan suara.

“Prinsipnya, ini pekerjaan bersama untuk memajukan gampong. Jadi saya tidak melihat akan ada persoalan tarik menarik dan tumpang tindih.. Malah saling sinergi kan.”

“Kalau cara kerja demikian, saya siap mendukung bu!” kata Geuchik Syeh matap

“Saya rasa ini memang harus didukung” geuchiek Suloy menimpali.

Ditentukanlah pertemuan tahap selanjutnya yang akan mengundang lebih banyak geuchiek.

H -35

Ada lima orang geuchiek yang gencar berkomunikais dengan Biya. Geuchiek Suloy, Don, Jol, Anwar dan Syeh. Kelima geuchiek ini selalu mengabarkan perkembangan informasi di lapangan. Bagaimana peta calon legislatif lain, setidaknya dalam wilayah kerja mereka masing-masing. Mereka juga rela bersusah-susah mengundang geuchiek lain untuk hadir pada pertemuan yang telah direncanakan di SPBU Paya Meuneung. Selain menelpon, mereka juga menjemput bola. Mendatangi satu persatu para geuchik lain untuk diajak masuk dalam gelombang pendukung Biya.

Pertemuan dengan dua puluh delapan geuchik dilakukan di salah satu kedai kopi di pusat kota  Matang. Pertemuan ini sekali lagi dihadiri oleh para geuchik dengan seragam lengkap. Dan sekali lagi juga, mereka melarikan diri dari rapat tingkat kabupaten di aula setdakab Bireuen.

Apabila ada satu orang saja yang menayangkan foto pertemuan itu di medsos, tidak perlu menunggu  beberapa tahun kedepan untuk melihat apa yang akan terjadi. Hitungan hari saja, para geuchiek ini ada menerima kenang-kenangan dari pejabat kabupaten. Sudah menjadi rahasia umum, geuchiek di Bireuen diminta dengan hormat untuk  mendukung istri pejabat kabupaten yang kembali menjadi caleg.

Dalam pertemuan itu disepakati; masing-masing geuchiek menyerahkan dua nama  warganya yang terpilih dan siap bekerja mendukung pemenangan Biya. Hampir semua nama yang diserahkan adalah perempuan. Mungkin karena Biya juga  perempuan. Tidak sedikit juga geuchiek yang hilang kabar. Mundur teratur tidak jadi memberikan dukungan. Tanpa alasan .

H - 25

Dalam proses pencarian dukungan, intensitas komunikasi dengan lima geuchiek semakin tinggi. Mereka menyebut diri sebagai Ninja Peusangan. Seperti ninja, mereka bergerak cepat sebagai agen secara senyap.

Tim gampong di Peusangan mulai berjalan. Ninja Peusangan memutuskan melebarkan dukungan dengan   menyisir geuchiek lain dari kecamatan tetangga. Jangka dan Peusangan Selatan.

Hampir setiap hari Biya bertemu  Ninja Peusangan walaupun dengan formasi yang tidak selalu lengkap. Update informasi, tukar fikiran. Atau sekedar ngobrol santai tentang hal-hal ringan.

Pertemuan tidak lagi terfokus pada kedai kopi. Pertemuan mulai dilakukan di tempat-tempat kenduri. Apakah kenduri pernikahan, kelahiran, orang meninggal atau kenduri meunasah, para geuchiek senantiasa mengirimkan kabar dan meminta kehadiran Biya. Di tempat kenduri, para geuchiek anggota pasukan Ninja Peusangan akan mensosialisasikan Biya pada hadirin. Kalau sebelumnya dukungan dilakukan tertutup, kali ini sudah mulai terbuka.

H -15

“Bu, bisa pergi ke basecamp?. Penting.” Geuchiek Syeh mengirim pesan via wasap.

“Bisa”

Biya langsung mengiyakan permintaan geuchiek Syeh berjumpa di basecamp. Tidak ada pertanyaan lanjutan, hal penting apa yang membuatnya harus segera kesana. Tidak biasanya geuchiek Syeh mengajak pertemuan dengan menyertakan kata-kata “penting”. Biya yakin ini pasti kode. Sesuatu terjadi.

Baru saja Biya menyeruput kopi pertamanya di sepanjang hari itu, ketika pesan Geuchiek Syeh diterima. Dari pagi, serial kampanye dialogis dari satu kampung ke kampung lain memenuhi harinya. Baru jam 17:00 ini Biya bisa menikmati cangkir espresso tanpa gula kesukaanya. Trend menikmasi espresso, sedang menyerang Bireuen. Penyajian ekstrak biji kopi ala ala Italia ini menggusur penyajian kopi saring yang sudah membudaya di kedai-kedai kopi Bireuen. Untuk menjaga stabilitas jumlah pengunjung, kehadiran espresso wajib ada dalam list menu. Maka, tidak sulit mendapati mesin espresso yang harganya aduhai itu di kedai dalam kampung sekalipun.

Base camp yang dimaksud geuchiek Syeh adalah sebuah kedai kopi di pinggiran Peusangan. Kedai ini tidak ramai pengunjung. Sebuah kedai sederhana berdinding kayu dan atap daun rumbia. Meja besar di dekat pintu ke toilet, dekat lemari besar adalah  tempat duduk yang selalu menjadi pilihan Biya dan para Ninja Peusangan.

Sudah ada geuchiek Syeh dan geuchiek Suloy di tempat mereka biasa duduk.

“Tadi sore, saya ditelpon Teungku Dahri. Dia tanya, kenapa saya mendukung ibu sebagai cakeg. sedangkan Peusangan punya caleg sendiri”. Geuchik  Suloy menyambut Biya dengan laporan singkat.

Tengku Dahri yang di maksud adalah tokoh kecamatan yang ditakuti. Tengku Dahri selalu menjadi incaran caleg untuk menjadi fondasi tim mereka. Kenyataan Tengku Dahri sangat ditakuti memang menguntungkan caleg. Perintahnya akan dituruti, oleh geuchiek, tengku imum, bahkan camat juga konon tidak berkutik dibuatnya.

“Saya juga heran, kok dia tau kemarin malam kita duduk disini. Sesiapa saja yang hadir. Berarti ada yang kasih info. Kayaknya tengku dayah yang pakai selendang, yang salaman sama ibu .. dia yang kasih info..ingat bu?”

Biya langsung terbayang seorang tengku temannya, yang kerap menyampirkan selendang dibahu. Mereka bertemu kemarin malam di basecamp. Memang teungku itu beberapa kali bersirobok pandangan dengan Biya. Nampak jelas dia sedang mengamati dirinya dan kumpulan Ninja Pusangan. Waktu itu Biya tidak mengambil pusing. Dia berfikir hanya rasa ingin tau biasa.

“Ah masa sih pak geuchiek… dia tu kawan kami loh..”
“Iya bu..tapi dia itu gak dukung ibu… dia kan timsesnya caleg kecamatan!”

Geuchiek Suloy membuka handphonenya. Membuka aplikasi facebook dan mencari nama tengku berselendang. Geuchiek Suloy seperti mendapatkan waktu yang tepat membangunkan Biya dari buaian tengku berselendang. Ditunjukkan bukti status dan foto si tengku berselendang sedang melakukan kampanye untuk caleg lain. Bukan untuk Biya. Beginilah cerita ketika kampanye tiba, teman baik pun bisa menjadi musuh.

Tengku ini sudah teramat akrab dengan Biya. Bahkan dia sendiri yang menyatakan bersedia menjadi tim sukses apabila dibutuhkan. Tengku berselendang  yakin benar, dia punya kemampuan menggiring pemilih.

“Tak ada masalah bu, yang sudah ya sudah, kita lebih hati-hati lagi. Mulai besok kita akan pindah base camp. Tidak lagi kumpul disini. Sekarang kita tunggu Geuchik Don. Tadi dia telpon saya.  Tengku Dahri datang kerumahnya. Tapi hpnya gak bisa di telpon lagi. Entah apa kejadian”

Geuchiek Syeh tidak menyembunyikan rasa khawatir diwajahnya.

“Saya ganti honda bu hehehehe.. biar tersamar sedikit” Geuchik Suloy terkekeh sambil menunduk. Tangannya memainkan bungkus rokok berwarna putih.

“Wah.. tapi mobil saya parkir pas di depan sini”

Biya menyadari kelalaiannya, langsung meminta Bang Reza memindahkan mobil.

“Bang Reza tunggu saya di masjid terdekat aja ya. Nanti kalau sudah selesai saya kabari.”

Disusul anggukan Bang Reza.

Kami melanjutkan obrolan seraya menunggu Geuchik Don.

Geuchik Don sampai dengan tampang suram.

“Kacau….!” Geuchik Don menghempaskan badannya ke kursi. Membuang napas panjang dan mengelus dada.

“Bagaimana?” Geuchik Syeh menarik kursi lebih dekat dengan meja. Memajukan badannya menunjukkan rasa ingin tau. Matanya berkeliling melihat kepenjuru kedai. Memastikan kondisi aman untuk mendengar cerita Geuchik Don.

Geuchik Suloy dan Geuchiek Jol juga tidak ketinggalan merapatkan kursinya. Seketika mereka berlima berbicara dengan volume suara lebih rendah dari biasanya. Tidak pernah mereka begini. Biasanya suara besar dan tawa menggelegar diiringi pukulan tangan ke meja selalu menghiasai obrolan mereka.

“Jadi, rupanya habis menelpon Geuchik Suloy, Tengku Dahri langsung menelpon saya. Syukurnya Geuchik Suloy udah duluan bilang masalah Tengku Dahri ke saya. Waktu dia telpon minta ketemu, ya udah saya ajak kerumah.”

Geuchiek Don menghentikan ceritanya. Membetulkan letak duduk. Menarik sebatang rokok dari kotak rokok dalam genggaman Geuchiek Suloy. Tidak dibakar, hanya dipegang.

“Entah kenapa, sebelum sampai rumah, APK ibu saya titip sama kawan. Biasanya di bagasi honda kan penuh kartu nama, stiker, baliho ibu. Saya tinggalin APK si Marfuah aja.”

Marfuah, caleg DPRK yang diusung bersama oleh sesepuh kecamatan dan Ninja Peusangan.

Geuchiek Don kembali menghentikan ceritanya. Kali ini dia membakar rokok. Menghisap dalam-dalam dan menghembuskan asapnya dengan kencang.

“Sampai dirumah, Tengku Dahri sudah menunggu.  Dia langsung mencecar saya dengan pertanyaan kenapa saya dukung ibu. Kenapa tidak dukung orang satu kecamatan aja,” Geuchik Don merebahkan badannya di sandaran kursi.

Sentimen primordial kembali menjangkiti pemilih. Virus ini menyebar pesat selama masa kampanye. Semakin berat lagi mendekati hari H tiba. persaingan tidak sehat ini timbul akibat caleg lain kurang pede. Maka disebarlah racun kesepakatan memilih berdasarkan kesamaan daerah, bukan berdasarkan kapasitas calon wakil.

“Ya saya bilang memang ada keresahan terhadap calon yang diusung oleh kecamatan. Walaupun dia asli dari sini, tapi kelakuan dia seperti pendatang. Mana pernah dia yang banyak duit itu perhatian sama kecamatan. Pernah juga duduk di dewan kan dulu… coba tengok apa yang udah dia buat.”

“Oh kalo saya gak bilang gitu.. saya bilang calon dia gak laku di kampung… apa dia mau saya masukin calon lain yang lebih parah dari ibu… saya tanya waktu itu” Geuchiek Suloy memotong.

“Saya malas berdebat.. terus kan.., entah kenapa Tengku Dahri minta saya buka bagasi honda.. ya saya buka terus.. “

“terus..terus…” Kali ini Geuchiek Syeh tidak sabar.

“Ya kan udah saya selamatin…yang ada cuma APK si Marfuah. Gak puas dia tengok bagasi honda. Eeeh  dia minta tengok hp saya…”

“Ya Ampun!” Geuchik Syeh menutup muka dengan kedua tangannya.

“Ya Allah…” Biya setengah berteriak. Mengetahui resiko yang akan dihadapi Geuchiek Don apabila HPnya habis dibongkar Tengku Dahri.

“Kebetulan hp abis batre. Pas dia pegang.. udah gak bisa dinyalakan lagi..selamat saya…”

Bagian ini disambut meriah oleh para anggota Ninja Peusangan

“Seperti dalam film ya “ kata Geuchik Jol, diiyakan oleh yang lain.

Semua tidak mampu menahan tawa yang menghasilkan suara keras. Geuchik Syeh sampai memukul meja saking gelinya. Wajahnya memerah.

“ Akhirnya Tengku Dahri mulai melemah. Cuma saya jelaskan ..caleg yang kita usung haruslah yang diterima masyarakat. Kalau cocok orang lokal ya kita minta pilih orang lokal. Tapi dikampung saya, banyak ibu-ibu tertarik pada ibu Biya... ya kita minta dukung dia..kalau dua dua menang kan kita juga yang untung. Terus kan Bu..dibilang Tengku Dahri ada yang lapor, kemarin malam kita semua rapat dengan ibu disini”

Belum selesai geuchiek Don melanjutkan ceritanya, tepat pada bagian lapor melapor dan lokasi rapat, sontak, semua mata beralih menatap Biya.

“Berarti tengku itu ya… “ Biya berdesis lirih menjawab tatapan Ninja Peusangan.

“Saya ganti honda kesini, takut diintai…  hahaha” Geuchik Don tertawa lepas.

“Saya juga “ balas Geuchik Suloy

“Besok saya naik labi-labi” kata Geuchik Jol bercanda. Mengingat labi-labi sebagai angkutan antar kecamatan di Bireuen sudah hilang dari peredaran. Akibat membludaknya kendaraan pribadi.

“Akhirnya Tengku Dahri setuju dengan saya, dia bilang ya kalau ibu diterima silahkan lanjutkan” geuchik Don menyudahi ceritanya

“Alhamdulillah kalau begitu, tapi kita harus semakin waspada. Bisa jadi keputusan Tengku Dahri tidak sama dengan pasukan yang lain. Bisa kena kita” kata geuchiek Syeh.

“Maksudnya?” Biya bertanya pada Geuchik Syeh.

“Begini Bu, mereka kan juga punya pekerja lapangan..itu loh bu yang suka ngancam-ngancam di lapangan”

Biya mengerti kemana arah pembicaraan Geuchiek Syeh.

“Oke, malam ini pertemuan kita padai disini, mulai besok saya akan tukar kendaraan dengan yang lain. Saya tunggu info base camp baru ya Pak Geuchik.. saya harus ke Peudada lagi, tim disana sudah menunggu” Biya pamit melanjutkan kampanyenya.

“Siap Bu.. hati-hati di jalan” Geuchiek Don meletakkan tanyanya dikepala. Seolah-olah memberikan hormat.

Hari H, H +1, H+2, H+3,...

Kelihaian jurus sulap dipraktekkan. Sulap suara tentunya.  Perpindahan suara badan kepada badan lainnya. Suara partai kepada suara badan. perpi dahan suara partai A kepada partai Z. Dari mulai jurus paling lembut sampai paling ganas.

Biya baru pertama kali terlibat langsung dengan hal berbau pemilu. Training yang dia dapatkan selama proses pencalegan, hampir semua bersifat teoritis. Mengupas peraturan yang terkait dengan pencalonan. Apa yang harus dia lakukan dan tidak boleh dilakukan dalam rangka meraih suara sebanyaknya. Kalaupun ada membahas praktik kecurangan, tidak semua dikupas tuntas dan detil.

Hari-hari kampanye Biya sudah memasuki bulan ke-delapan. Sebagai caleg perempuan, barang tentu banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi. Biya menikmati proses kampanye berikut dengan segala keribetannya.

Kenyataanya, pencalegan tidak punya rumus baku. Demikianlah bagaimana berpolitik selalu memperbaharui rumus-rumus lama kepada yang baru.

Dalam proses perhitungan suara, salah seorang geuchiek anggota Ninja Peusangan, Geuchiek Jol,  menerima pengaduan adanya intimidasi kepada anggota KPPS di gampongnya. Intimidasi untuk memindahkan suara badan Biya kepada suara badan caleg lokal yang didukung Tengku Dahri dan tokoh lain dari kecamatan Peusangan.  Geuchiek Jol dengan tegas menyatakan tidak boleh terjadi perpindahan suara dan meminta panwas memonitor proses perhitungan suara.

Geuchiek Jol  menginformasikan perihal kejadian di gampongnya kepada pasukan Ninja Peusangan. Juga kepada geuchiek-geuchiek lain yang terlibat dengan tim pemenangan Biya,  agar sama-sama waspada dan mengawasi.

Geuchiek Syeh,  mendapati Biya kehilangan 90 suara. Di Paya Aboe, hasil perhitungan menunjukkan Biya mendapat 96 suara.  Secara tidak sengaja Geuchiek Syeh melihat C1 PPS yang bukan hologram dan sudah diserahkan ke kecamatan. Didalam C1 pertinggal ini, suara Biya hanya tertulis 6 saja.  Selebihnya raib.

Tim pemenangan di Lancok juga melaporkan jumlah suara Biya berdasarkan C1 plano adalah 87. Tetapi C1 pegangan PPS mengalami pengurangan hampir 40 angka.

Entah bagaimana nasib suara Biya digampong lain.


Bireuen, Mei 2019.

Arabiyani
arabiyani@gmail.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

AADL (Ada apa dengan Lokop?)

Lokop, mendengar atau membaca nama tersebut pasti membuat otak gatal untuk mulai bertanya, bagi yang tidak pernah mendengar pasti akan bertanya, didaerah mana ya Lokop itu? Bagi yang sdah pernah mendengar pertanyaanya bisa berbunyi ; bagaimana kondisinya sekarang ?, Lokop berjarak kurang lebih 80 KM dari Langsa. Perjalanan kesana memakan waktu kurang lebih 3 jam 45 menit terhitung dari Langsa. Kalau dimulai dari kota peurelak mungkin bisa ditepuh dengan waktu 3 jam saja. Sebenarnya perjalanan kesana tidak akan terlalu lama apbila jalan aspal (jalan propinsi) yang sudah dibuat oleh pemda tidak seburuk sekarang ini. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi jalan disana, mulai dari banjir bandang yang baru-baru ini melanda, truk kapasitas besar yang serign emlintas dengan muatan yang tidak ringan, curhahujan tinggi yang semakin sering mengikis pinggiran jalan. Curah hujan tinggi ternyata tidak hanya membuat pengikisan bibir jalan, tetapi juga membuat alur baru yangterkadang memotong jalan

Reviktimisasi Korban Akibat Kurang Bijak Menjaga Jemari

“Ayah…, maafin P ya yah, P udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi P berani sumpah kalau P gak pernah jual diri sama orang. Malam itu P Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus P duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan P.” “Sekarang P gak tau harus gimana lagi, biarlah P pigi cari hidup sendiri, P gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin P ya..!!, nanti P juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah P belajar hidup mandiri, P harap ayah gak akan benci sama P, Ayah sayang kan sama P..???, P sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin P ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (P sayang Ayah).”  P, memilih mengakhiri hidupnya dengan seutas tali. Seperti dilansir Tribun News pada Selasa, 11 September 2012 lalu. Kemarin malam, saya sangat terkejut dengan bombardir berita di linimasa laman facebook. Penangkapan sejumlah laki-laki dan perempuan yang disangkakan menyalahgunakan narkotika, disertai foto-foto jelas, berikut nama dan alamatnya. Sung