Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

ARIF DAN MIMPI HUTAN BAKAU DI BIREUEN

Ini adalah foto Arif, di salah satu sudut hutan mangrove seluas 16 hektar yang terbentuk dari reklamasi alami bertahun lampau di gampong Lancok, Bireuen. Hutan ini menampung binatang yang mulai sulit ditemukan di Bireuen, sebut saja burung, ikan, biawak, dan banyak lainya. Saya berkunjung ke lokasi ini sekitar sore hari, menikmati kicauan burung, sambil bercengkerama dengan mamak-mamak yang mengumpulkan tiram di pinggiran hutan bakau untuk dijual. Tak lupa, menanyakan hasil jaring bapak-bapak di dekat muara. Adalah Arif, jomblowan yang bertekad memperjuangkan keberadaan hutan ini, ditengah meningkatnya ancaman penebangan bakau untuk diubah menjadi tambak. Arif melihat pentingnya hutan ini bagi kesehatan ekosistem tambak disekitarnya. Hutan ini terletak di antara hamparan tambak warga Bireuen, di bibir sungai. Lokasi yang sangat strategis untuk ekowisata. Terpenting, hutan mangrove bisa menjadi laboratorium percobaan atau penelitian alami. Tanaman bakau yang rimbun, diyaki

ISTANA RAJA JEUMPA

15 Oktober 2018, bersama Fauzan, saya memenuhi undangan dari Ketua Partai Aceh Kecamatan Jeumpa, yang juga pernah menjabat Geuchiek Blang Seupeueng; Faidir Bintara. Fauzan sendiri, walaupun muda dan single, juga merupakan seorang Ketua Partai Aceh Kecamatan Kuala, Bireuen. Sayang sekali ibu geuchik Liananiar sedang ada urusan di negara tetangga, jadi kita tidak berjumpa ya bu -). Tidak jauh dari tugu ini, tepatnya di dekat komplek pemakaman Raja Jeumpa dan keluarganya, dilaksanakan Khauri Blang. Kegiatan ini sudah menjadi agenda rutin masyarakat desa. dilaksanakan secara gotong royong. Saya sendiri baru tau kalau Blang Seupeung adalah letak Istana Kerajaan Jeumpa. Jejak Kerajaan Jeumpa menjelang punah. Usaha masyarakat melestarikan warisan budaya perlu kita dukung. Selain bermanfaat untuk pendidikan, penelitian, dan identitas, menjaga cagar budaya seperti khauri blang dan jejak kerajaan juga memiliki dampak ekonomis. Menjadi aset pariwisata. Bagi saya, romansa Blang Seupeun

ABRASI DAN SAMPAH DI KUALA

Bertemu Said menjadi penutup aktivitas malam ini. Obrolan saya dan Said kelar tepat pukul 00:18 WIB. Menurutnya, abrasi pantai di Ie Rhob, Gandapura cepat sekali terjadi. Abrasi pantai sudah memakan korban; tumbangnya pohon-pohon yang terjilat air. Jilatan ombak akan semakin jauh masuk, memakan luas wilayah. Said tidak ingin hal ini terjadi dan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Selain kondisi di Gandapura, Said juga menggambarkan kondisi di pantai Kuala kecamatan Kuala. Sampah domestik semakin menggunung. Masuk sampai ke ke pintu muara. Sampah ini juga salah satu penyebab dangkalnya muara. Said khawatir apabila hal ini dibiarkan, nelayan dan petani tambak menjadi korban.

ARABIYANI AKTIVIS SMUR (SOLIDARITAS MAHASISWA UNTUK RAKYAT)

Syahdan, pada 1998, dilaksanakanlah mogok makan pertama di Aceh. Peserta mogok makannya pentolan SMUR; Arie Maulana, Agus Wandi, Tarmizi, Kautsar, Zulham, Rafael, dan dua orang perempuan yang terlupa namanya. SMUR merupakan organisasi perlawanan paling radikal di zamannya. Waktu itu Bang Budi Art menjabat sebagai ketua. Bang Bal Farabi tidak pernah absen dilokasi. Adalah Alexander Zulkarnaini yang memperkenalkan Arabiyani pada salah seorang pemogok makan. Abang Arabiyani, Azmi Abubakar, datang dari Jakarta dan menginap bersama pemogok makan. Sambil berdiskusi tentang dinamika hubungan Aceh dan Jakarta. Sebagai adik, Arabiyani bertugas mengantar, menemani, dan menjemput Azmi. Rutinitas antar jemput ini menjadikan Arabiyani berkenalan dengan materi diskusi mereka. Arabiyani akrab dengan aroma dan resiko perjuangan karena terinspirasi dari sepak terjang Azmi, salah seorang tokoh pergerakan reformasi ‘98 di Jakarta. Bersamaan dengan pelaksanaan mogok makan, Arabiyani dan bebera