Langsung ke konten utama

Mereka yang Cantik

Mereka yang Cantik

Sebut saja namanya Nurbaya, dia adalah satu dari sekian anak kecil di Aceh yang nyaris kehilangan kenyamanan dengan rambutnya yang keriting. Hampir kemanapun dia pergi tatapan aneh semua orang akan menghujat rambutnya yang telah bergelombang sejak dia lahir. Sang ibu yang melahirkan turut merasa bersalah dan putus asa karena merasa berkonstribusi pada k”keanehan” anaknya. Bahwa dia adalah ibu yang gagal memberikan rambut yang lurus pada Nurbaya. Akibatnya, topi atau sejenisnya menjadi alternatif untuk menutupi rambut Nurbaya dari cercaan berkepanjangan.

Lain Nurbaya lain pula cerita Aminah, gadis 4 tahun ini sudah merasakan prosesi pelurusan dan pewarnaan rambut di rumah kecantikan. Hanya karena sang ibu merasa penampilan anaknya masih kurang sempurna dibandingkan dengan anak-anak lain yang sering muncul di televisi.

Nurbaya dan Aminah bisa dipastikan akan menjadi satu dari sekian orang yang berpotensi trauma dengan kondisi fisik tubuhnya. Karakternya akan tergangu karena selalu menyesali fisiknya. Lebih parah lagi mereka akan menganggap bahwa ini adalah takdir buruk yang telah menimpa sebagai kompensasi. Adalah terlahir tidak berambut lurus, bermata biru, berkulit putih dan tubuh yang jauh dari kata kurus yang ditafsrikan sebagai takdir buruk.

Memiliki keindahan bulu mata lentik, rambut lurus legam, kulit putih kemerahan dan tubuh tinggi kurus telah menjadi wacana dominan yang di-amini mayoritas masyarakat, baik laki-laki ataupun perempuan. Wacana ini secara sistematis akan meminggirkan wacana lain yang berlawanan. Mereka yang bertubuh pendek gemuk , berkulit legam dan rambut keriting akan termarjinalkan. Mereka saja yang sudah berada pada kelas ”sempurna” tetap melakukan serangkaian ritual guna menjaga kesempurnaanya, konon lagi sebagain besar lain yang jauh dari kata sempurna tadi. Mereka dengan mudah menggadaikan kesehatan dengan polesan kosmetik, mengkonsumsi obat-obatan sampai kepada menjadi bagian dari aliran yang percaya bahwa rokok mampu menjaga dan menurunkan berat badan.

Keinginan perempuan terhadap bentuk tubuh ideal yang sangat bias berujung pada tindakan yang berbahaya. Salah satunya adalah melalui penggunaan kosmetik. Di Indonesia, beberapa kosmetik pemutih kulit sebenarnya telah dilarang oleh Departemen Kesehatan. Salah satu alasan pelarangan adalah karena mengandung merkuri. Memang benar adanya Merkuri dapat memuat kulit berubah menjadi lebih putih, tapi tentu saja harus ada konsekuensi berupa efek samping yang berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kanker Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), melalui siaran pers No : KH.00.01.3352 Tanggal : 7 September 2006, mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang kosmetik yang mengandung bahan dan zat warna yang dilarang. Dalam siaran pers tersebut BPOM menyebutkan bahwa dari hasil pengawasan Badan POM RI pada tahun 2005 dan 2006 di beberapa provinsi, ditemukan 27 (dua puluh tujuh) merek kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu : Merkuri (Hg), Hidroquinon > 2 %, zat warna Rhodamin B dan Merah K.3. Bahan-bahan ini sebetulnya telah dilarang penggunaannya sejak tahun 1998 melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MENKES/ PER/V/1998. Merkuri inorganik dalam krim pemutih (yang mungkin tak mencantumkannya pada labelnya) bisa menimbulkan keracunan bila digunakan untuk waktu lama.

Tetapi larangan ini tidak berhasil mengajak masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan buruknya hanya demi keindahan yang semu dan sementara saja. Tidak hanya masyarakat di pedesaan saja yang tidak mengindahkan larangan ini, masyarakat di perkotaan yang diyakini memiliki tingkat pemahaman lebih ternyata juga tetap meng-kesampingkan himbauan tersebut.

Persoalan kategorisasi kecantikan dan atau keindahan perempuan masih juga diperdebatkan. Bahkan setelah kita buktikan secara empiris bahwa sejatinya kategorisasi itu akan berbeda-beda. Ada kategorisasi cantik yang tidak sama antara sebuah peradaban dengan peradaban yang lain. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan secara singkat pengertian cantik. Cantik dimaknai kurang lebih sebagai sesuatu yang indah, elok dan rupawan. Juga ditambahkan cantik itu identik dengan keserasian. Pada akhirnya pemahaman cantik akan sangat subjektif dan relatif.

Pada abad pertengahan di Eropa, perempuan yang cantik adalah dia yang memiliki kemampuan reproduksi diatas rata-rata. Jadi makin sering perempuan melahirkan anak maka dia akan akan dipandang semakin cantik. Pada abad 19 definisi fertilitas bergeser kepada bentuk wajah dan daerah punggung. Kepulauan Fiji di Laut Pasifik, Afrika, India bahkan Indonesia pernah menjadi sebuah kawasan yang melanggengkan defini subur sebagai cantik. Di Cina, pada abad ke-20 kecantikan seorang perempuan dilihat dari bentuk kaki. Semakin kecil kaki seorang perempuan maka ia dianggap semakin cantik. Itu kenapa para orang tua pada masa itu mengikat kaki anak-anak perempuannya agar tidak berkembang. Bahkan mereka tidak segan-segan memakaikan sepatu terbuat dari keramik sehingga kaki mereka tidak tumbuh membesar. Lain pula bagi suku Dayak, Kaum perempuan maupun laki-laki berpendapat kecantikan dilihat dari seberapa banyaknya anting yang menempel di telinganya.

Lukisan-lukisan klasik abad pertengahan menjadi bukti, dimana kita akan menemukan sosok perempuan dengan tubuh subur. Dimana perut, lengan serta wajahnya penuh disesaki oleh dagign padat. Nampak sekali bahwa pada periode peradaban itu, bentuk tubuh yang ideal adalah yang mampu menghadirkan pernyataan tingkat kemakmuran dan atau kesuburan.

Tapi kemudian imajinasi masyarakat tentang model tubuh dieal mulai bergeser. Bentuk tubuh yang subur mulai tergusur seiring dengan munculnya industri media dan periklanan. Pada tahun 1960-an banyak bermunculan sosok langsing bak peragawati yang tinggi dan ringkih. Wacana baru itu datang bersama suatu standar ukuran tubuh yang sebenarnya tidak sehat. Pencitraan ini mengakibatkan diet menjadi aliran baru bagi perempuan yang ingin tampil cantik dan ideal. Sampai pada mewabahnya penyakit bulimia dan sejenisnya.


Bagi perempuan , wacana dominan ini berdampak negatif tidak hanya pada kesehatan fisik dan psikis mereka. Tetapi lebih jauh dari itu adalah pada bagaimana mereka diposisikan dalam tata kelola masyrakatnya. Pada tahapan selanjutnya pandangan ini juga merubah posisi perempuan dalam proses pengambilan kebijakan, selanjutnya perempuan akan memasuki dunia dengan posisi tawar yang sangat lemah.

Sangat disayangkan stereotipe yang dikumandangkan tidak mampu di tolak karena lemahnya sistem resistensi kolektif. Stereotipe tidak lepas kaitannya dengan seks dan gender, sebagai konsep sosial yang berhubungan dengan pembedaan karakter psikologi dan fungsi sosial antara perempuan dan laki-laki yang dikaitkan dengan anatomi jenis kelaminnya (sex). Mansour Fakih bahkan lebih jelas mengatakan bahwa stereotipe adalah pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu, yang akibatnya terjadi diskriminasi dan ketidakadilan(Fakih 1997).

Harus adal perlawanan sistematis terhadap praktek yang selama ini tidak hanya merugikan perempuan tetapi juga masyarakat pada umumnya. Mendekonsturksi ulang apa itu ideal. Seharusnya keyakinan semua orang adalah Mereka yang ideal adalah mereka yang tidak melakukan penindasan. Mereka yang tidak ideal mereka yang melakukan penindasan.

Postingan populer dari blog ini

Reviktimisasi Korban Akibat Kurang Bijak Menjaga Jemari

“Ayah…, maafin P ya yah, P udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi P berani sumpah kalau P gak pernah jual diri sama orang. Malam itu P Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus P duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan P.” “Sekarang P gak tau harus gimana lagi, biarlah P pigi cari hidup sendiri, P gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin P ya..!!, nanti P juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah P belajar hidup mandiri, P harap ayah gak akan benci sama P, Ayah sayang kan sama P..???, P sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin P ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (P sayang Ayah).”  P, memilih mengakhiri hidupnya dengan seutas tali. Seperti dilansir Tribun News pada Selasa, 11 September 2012 lalu. Kemarin malam, saya sangat terkejut dengan bombardir berita di linimasa laman facebook. Penangkapan sejumlah laki-laki dan perempuan yang disangkakan menyalahgunakan narkotika, disertai foto-foto jelas, berikut nama dan alamatnya. Sung

KURSI-KURSI PATAH ( Cerita Pendek)

KURSI-KURSI PATAH H-40 “Kak, pergi terus ke SPBU Paya Meuneng ya, orang pak geuchik dah tunggu disitu. Nyak ke tempat Kak Darna sebentar, air asinnya macet lagi di dapur garam” itu yang tertangkap oleh indra pendengaran Biya. Suara Nyak tidak terlalu jelas. Beberapa kali kami bertelepon, tepat ketika Nyak berada di rumahnya, selalu saja suara yang terdengar tidak jelas. Padahal gampong Nyak berada di kecamatan Jangka. Dekat dengan kota Bireuen. Tidak juga terletak di lembah yang sulit menerima signal telepon. Sulit juga menerka alasan apa yang membuat sinyal telepon disitu tidak baik. Biya sendiri selalu lupa menanyakan penyebabnya pada Nyak. Kak Darna yang dimaksud Nyak adalah salah seorang tim pemenangan Biya. Kak Darna punya usaha dapur pembuatan garam di Jangka. Air asin sebagai bahan bakunya di dapat dari laut yang berjarak 50 meter saja dari pintu belakang tempat usahanya. Dialirkan melalui pipa panjang. Dipompa menggunakan mesin. Sudah beberapa bulan terakhir paso

AADL (Ada apa dengan Lokop?)

Lokop, mendengar atau membaca nama tersebut pasti membuat otak gatal untuk mulai bertanya, bagi yang tidak pernah mendengar pasti akan bertanya, didaerah mana ya Lokop itu? Bagi yang sdah pernah mendengar pertanyaanya bisa berbunyi ; bagaimana kondisinya sekarang ?, Lokop berjarak kurang lebih 80 KM dari Langsa. Perjalanan kesana memakan waktu kurang lebih 3 jam 45 menit terhitung dari Langsa. Kalau dimulai dari kota peurelak mungkin bisa ditepuh dengan waktu 3 jam saja. Sebenarnya perjalanan kesana tidak akan terlalu lama apbila jalan aspal (jalan propinsi) yang sudah dibuat oleh pemda tidak seburuk sekarang ini. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi jalan disana, mulai dari banjir bandang yang baru-baru ini melanda, truk kapasitas besar yang serign emlintas dengan muatan yang tidak ringan, curhahujan tinggi yang semakin sering mengikis pinggiran jalan. Curah hujan tinggi ternyata tidak hanya membuat pengikisan bibir jalan, tetapi juga membuat alur baru yangterkadang memotong jalan