Partai Lokal, kalo ada partai lokal berarti ada Partai interLokal dong? Jadi ingat waktu jaman masih pakai telpon rumahan biasa. Dulu kalau mau menelpon keluar dari satu kabupaten ke kabupaten lain saja itu sudah interlokal hitungannya. Otomatis biayanya jug alebih mahal dong. Aku inget dulu biasanya suka dapat telpon sekitar jam 12 malam kurang, soalnya jam segituan biaya interlokal lebih murah dibandingkan biaya penggunaan telpon pada jam sibuk di pagi-siang dan sore hari.
Terus apa hubungannya biaya telpon ”lokal” yang lebih murah dari biaya telpon interlokal dengan Partai Lokal dan Bukan Lokal?
Setau aku, di Bumi Persada Indonesia ini, Partai –NON-Lokal lebih dulu ada dibandingkan Partai Lokal. Partai lokal ini merupakan kebijakanyang baru saja di lakukan oleh Pemerintah Pusat sebagai konsekuensi dari ditandatanganinya MoU Kesepakatan Damai dengan Gerakan Aceh Merdeka. Partai Lokal otomatis merupakan barang baru bagi semua orang di Aceh. Partai Lokal menjadi Idola semua orang.
Teringat pertama kali keran keterbukaan multi partai di Indonesia terjadi, Peserta Pemilu waktu itu banyaaak sekali. Sampai-sampai kalo aku tidak salah ada Partai Perempuan juga yang terbentuk –tapi aku lupa apakah kemudian ikutan dalam pemilu atau enggak-. Tapi kalau dilihat hari ini, yang mampu bertahan tidak banyak hanya beberapa partai baru yang eksis dan bahkan bisa dikatakan sukses menghantarkan aspirasi politik pendukungnya. Ada juga 1 partai yang sangat sukses di awal, tetapi kemudian susut cahayanya seiring dengan kuatnya gesekan politik yang menimpa elit politik partai tersebut.
Kembali lagi kemasalah partai lokal dan Non Lokal di Indonesia. Apakah nantinya Partai Lokal hanya akan ”berjaya di lokalnya saja” dan harus bersaing mendapatkan kesempatan mengadu kekuatan melawan partai yang tidak lokal? Apakah nanti kebijakan terkait partai partai lokal ini akan membolehkan hal sedemikian atau justru tidak.
Terus apa hubungannya biaya telpon ”lokal” yang lebih murah dari biaya telpon interlokal dengan Partai Lokal dan Bukan Lokal?
Setau aku, di Bumi Persada Indonesia ini, Partai –NON-Lokal lebih dulu ada dibandingkan Partai Lokal. Partai lokal ini merupakan kebijakanyang baru saja di lakukan oleh Pemerintah Pusat sebagai konsekuensi dari ditandatanganinya MoU Kesepakatan Damai dengan Gerakan Aceh Merdeka. Partai Lokal otomatis merupakan barang baru bagi semua orang di Aceh. Partai Lokal menjadi Idola semua orang.
Teringat pertama kali keran keterbukaan multi partai di Indonesia terjadi, Peserta Pemilu waktu itu banyaaak sekali. Sampai-sampai kalo aku tidak salah ada Partai Perempuan juga yang terbentuk –tapi aku lupa apakah kemudian ikutan dalam pemilu atau enggak-. Tapi kalau dilihat hari ini, yang mampu bertahan tidak banyak hanya beberapa partai baru yang eksis dan bahkan bisa dikatakan sukses menghantarkan aspirasi politik pendukungnya. Ada juga 1 partai yang sangat sukses di awal, tetapi kemudian susut cahayanya seiring dengan kuatnya gesekan politik yang menimpa elit politik partai tersebut.
Kembali lagi kemasalah partai lokal dan Non Lokal di Indonesia. Apakah nantinya Partai Lokal hanya akan ”berjaya di lokalnya saja” dan harus bersaing mendapatkan kesempatan mengadu kekuatan melawan partai yang tidak lokal? Apakah nanti kebijakan terkait partai partai lokal ini akan membolehkan hal sedemikian atau justru tidak.
Jadi ingat tahun 99an dulu, apakah nantinya bakal berjamuran partai lokal di Aceh..seperti maraknya buffer aksi di akhir tahun 90an dulu. Para aktivis nantinya akan mendirikan parlok mereka sendiri, ketika kalah bersaing mendapati kursi legislatif, mulailah mundur teratur.
Jadi apa tujuan pembentukan Partai hanya untuk pilkada eksekutif atau legislatif saja ya? Mungkin kalau mau membaca lebih teliti ttg UU Partai Politik, pastinya tidak seperti itu.
Mungkin harus di bentuk Komisi Parlok Watch. Semacam pemantau terhadap tugas dan fungsi partai. bagi partai yang "dinilai" tidak memenuhi kriteria maka akan di kenakan sanksi. Hm.. menarik juga nih....