Pada dasarnya aku ini penakut banget kalo harus sendirian di tempat tertutup or ruangan pada malam hari, Aku lebih memilih keliaran tengah malam diluaran daripada harus menunggu datangnya pagi sendirian di rumah. Sebenarnya sih yang menyeramkan sensasi yang lahir dari Pikiran-Pikiran “kotor” aku sendiri. Akhirnya..ya tanggung sendiri akibatnya, aku justru terjebak pada rasa takut akibat Pikiran negatifku.
Dan..tadi malam aku sekali lagi menanggung akibat yang tidak mengenakkan buah dari Pikiran kotor ku. Karena dirumah tidak ada orang, dan yang pasti aku takut sendirian dirumah..jadilah aku berencana untuk mengungsi ke tempat teman. Nah, teman yang mau ditumpangi ternyata lagi tidak di rumah alias keluyuran diluar. Pikir punya pikir, aku harus memilih mencari tempat transit sebelum ke rumah temanku. Aku memutuskan untuk menunggu sambil ngutak – atik laptop di kantor suamiku, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah temanku. Sekedar menambahkan keterangan, suamiku sih sebenarnya lagi dinas keluar kota. Dan.. dia dinas keluar kota bareng dengan suaminya temanku yang akan aku tumpangi rumahnya ( bingung ya?)
Ketika sampai disana, waktu sudah menunjukkan pukul 21.15, sabtu malam. Yang tersisa di kantor itu cuma beberapa pegawai kantor iseng yang malas pulang karena masih ingin menyelesaikan bekerjaan, sekedar browsing dan gak punya jadual ngapel malam mingguan. Aku membuka laptop, mencari-cari kesibukan yang mungkin aku lakukan, pilihanku justru jatuh ke salah satu games yang di instal teman beberapa hari lalu, dan aku masih penasaran karena belum menang juga. Belum sempat aku merampungkan sesi pertama, tiba-tiba Ariel, salah satu rekan kerja suamiku datang menghambiri dengan sebuah pertanyaan ; ”kak, kau setuju gak sama perselingkuhan?”. Lumayan terkejut aku mendengar pertanyaannya. Sambil iseng – karena Pikiran tertuju pada games-, aku menjawab dengan dana antusias ” SETUJU!”. aku berfikir statement ku akan membuatnya diam dan malas untuk obrolan lebih lanjut. Ternyata aku salah, bukannya beranjak pergi, dia justru menggeser satu kursi kosong kesampingku dan mulai membuka mulut lagi. Akhirnya aku mensave game dan menutup laptop guna menimpali pertanyaan dan pernyataanya. Hh.. gini nih kalo ada orang boring..pasti ngajak share keboringannya dg orang lain – pikir ku. ”Berarti kakak melegalkan gaya hidup yang tidak teratur? Bukankah hidup yang tidak teratur itu menunjukkan kemunduran peradaban?”. dengan semangat Aril memberikan contoh bagaimana tabiat orang-orang yang kami kenal dengan kebiasaan selingkuhnya. Sesekali tangannya mencoret selembar ketas hvs kosong dengan pola sarang laba-laba dan bintang. Akhirnya aku terjebak dengan jawabanku dan mau tidak mau terpaksa mempertahankan teoriku. Aril yang tidak sepakat dengan pendapat – pendapatku, semakin menyudutkanku dengan serangkaian fakta, bahwa pola hidup yang tidak teratur akan mengganggu subjektif seseroang, yang kemudian mempengaruhi profesionalisme orang tersebut.
Obrolan yang berjalan cepat menuju klimaks tidak terasa membuatku asik juga. Dan topik obrolan sudah tidak lagi pada pertanyaan awal ; boleh selingkuh atau tidak boleh selingkuh. Topik obrolan kami sudah berubah kepada; mana yang lebih penting: Badan atau Pikiran?. Bagi Ariel, dia akan membebaskan pasangannya untuk menjalin hubungan dengan siapa saja asalkan tidak melakukan kontak badan, seperti pegangan tangan, ciuman dan hubungan sex. Pasangannya diperbolehkan –bahkan menurutnya dia akan dengan sportif mendorong- menjalin hubungan spesial dengan siapa saja, karena menurut Ariel, itu justru akan menambah luas wawasannya. Pasangannya boleh punya partner chatting di dunia maya. Boleh kirim-kiriman imel dengan some one out there yang dia kenal ataupun tidak. Boleh sms-an mesra dengan siapa saja, sahabat dekat Aril sekalipun, asalkan ...dia tidak melakukan hal-hal yang dilarangan seperti diatas tadi.
Jelas aja aku kaget mendengarnya, ”Kok Aril gitu sih, justru paradoks kan antara memberikan kebebasan Pikiran tapi kemudian memberikan rantai batasan gerak badan!, bukannya Ariel mendorong dia untuk lebih meng-eksplore kehidupan dan cara berfikir dia. Tapi kok membatasi prilaku dia”. Aril menyambut kalimatku dengan tingkat keseriusan lebih tinggi lagi. Bagi dia, badan adalah segalanya, seseorang boleh punya ide segudang besarnya, setinggi langit dan sebesar gunung, degan catatan dia harus mampu membatasi gairahnya dalam prilaku sosialnya. Menurut Aril, kenapa dia berpendapat seperti itu, karena kondisi sosial masyarakat kita masih belum mampu menerima pola hidup yang sedikit eksentrik. Dimana strata sosial seseroang juga masih ditentukan dengan gaya hidup ”tertib”, hal ini terutama berlakuk terhadap kaum PEREMPUAN. Perempuan yang baik adalah perempuan yang mampu menjada dirinya, terutama kemaluannya. Perempuan yang bermartabat adalah perempuan yang tidak melakukan hubungan bebas. Aril merasa, arus tatanan masyarakat yang sudah terpola sedemikian akan sulit di dobrak begitu saja, perlu proses untuk mewarnai kemapanan tersebut dengan hal baru yang relatif bertolak belakang dengan kebiasaan yang sudah beratus tahun di langgengkan.
”Bukankah kemerdekaan berfikir jauh lebih penting? Bukankah selama ini banyak sekali fakta yang membukti perjuangan berhasil dari balik terali kungkungan, ketika secara badan dibatasi tetapi Pikiran mereka mampu mendekorasi situasi diluar?” pertanyaan ini belum sempat dijawab dengan serius, karena waktu sudah menunjukkan pukul 23.30, dan temanku sudah mengirimkan pesan singkat ”aku sudah dirumah”. Tandanya aku sudah harus bergerak kesana..sebelum mereka tertidur...
Sampai aku bangun tadi pagi, aku masih memikirkan obrolan tadi malam. Jujur saja aku belum cukup puas dengan bobot obrolan kami tadi malam. Apakah Aril adalah sosok yang mengagungkan simbol simbol saja? Sehingga lupa pada kekuatan lain dibelakang simbol, yaitu ; semangat. Atau aku hanyalah orang yang sok meng-agungkan idealisme semu, sehingga terjebak pada ide – ide manis yang gak aplikatif.....
Dan..tadi malam aku sekali lagi menanggung akibat yang tidak mengenakkan buah dari Pikiran kotor ku. Karena dirumah tidak ada orang, dan yang pasti aku takut sendirian dirumah..jadilah aku berencana untuk mengungsi ke tempat teman. Nah, teman yang mau ditumpangi ternyata lagi tidak di rumah alias keluyuran diluar. Pikir punya pikir, aku harus memilih mencari tempat transit sebelum ke rumah temanku. Aku memutuskan untuk menunggu sambil ngutak – atik laptop di kantor suamiku, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah temanku. Sekedar menambahkan keterangan, suamiku sih sebenarnya lagi dinas keluar kota. Dan.. dia dinas keluar kota bareng dengan suaminya temanku yang akan aku tumpangi rumahnya ( bingung ya?)
Ketika sampai disana, waktu sudah menunjukkan pukul 21.15, sabtu malam. Yang tersisa di kantor itu cuma beberapa pegawai kantor iseng yang malas pulang karena masih ingin menyelesaikan bekerjaan, sekedar browsing dan gak punya jadual ngapel malam mingguan. Aku membuka laptop, mencari-cari kesibukan yang mungkin aku lakukan, pilihanku justru jatuh ke salah satu games yang di instal teman beberapa hari lalu, dan aku masih penasaran karena belum menang juga. Belum sempat aku merampungkan sesi pertama, tiba-tiba Ariel, salah satu rekan kerja suamiku datang menghambiri dengan sebuah pertanyaan ; ”kak, kau setuju gak sama perselingkuhan?”. Lumayan terkejut aku mendengar pertanyaannya. Sambil iseng – karena Pikiran tertuju pada games-, aku menjawab dengan dana antusias ” SETUJU!”. aku berfikir statement ku akan membuatnya diam dan malas untuk obrolan lebih lanjut. Ternyata aku salah, bukannya beranjak pergi, dia justru menggeser satu kursi kosong kesampingku dan mulai membuka mulut lagi. Akhirnya aku mensave game dan menutup laptop guna menimpali pertanyaan dan pernyataanya. Hh.. gini nih kalo ada orang boring..pasti ngajak share keboringannya dg orang lain – pikir ku. ”Berarti kakak melegalkan gaya hidup yang tidak teratur? Bukankah hidup yang tidak teratur itu menunjukkan kemunduran peradaban?”. dengan semangat Aril memberikan contoh bagaimana tabiat orang-orang yang kami kenal dengan kebiasaan selingkuhnya. Sesekali tangannya mencoret selembar ketas hvs kosong dengan pola sarang laba-laba dan bintang. Akhirnya aku terjebak dengan jawabanku dan mau tidak mau terpaksa mempertahankan teoriku. Aril yang tidak sepakat dengan pendapat – pendapatku, semakin menyudutkanku dengan serangkaian fakta, bahwa pola hidup yang tidak teratur akan mengganggu subjektif seseroang, yang kemudian mempengaruhi profesionalisme orang tersebut.
Obrolan yang berjalan cepat menuju klimaks tidak terasa membuatku asik juga. Dan topik obrolan sudah tidak lagi pada pertanyaan awal ; boleh selingkuh atau tidak boleh selingkuh. Topik obrolan kami sudah berubah kepada; mana yang lebih penting: Badan atau Pikiran?. Bagi Ariel, dia akan membebaskan pasangannya untuk menjalin hubungan dengan siapa saja asalkan tidak melakukan kontak badan, seperti pegangan tangan, ciuman dan hubungan sex. Pasangannya diperbolehkan –bahkan menurutnya dia akan dengan sportif mendorong- menjalin hubungan spesial dengan siapa saja, karena menurut Ariel, itu justru akan menambah luas wawasannya. Pasangannya boleh punya partner chatting di dunia maya. Boleh kirim-kiriman imel dengan some one out there yang dia kenal ataupun tidak. Boleh sms-an mesra dengan siapa saja, sahabat dekat Aril sekalipun, asalkan ...dia tidak melakukan hal-hal yang dilarangan seperti diatas tadi.
Jelas aja aku kaget mendengarnya, ”Kok Aril gitu sih, justru paradoks kan antara memberikan kebebasan Pikiran tapi kemudian memberikan rantai batasan gerak badan!, bukannya Ariel mendorong dia untuk lebih meng-eksplore kehidupan dan cara berfikir dia. Tapi kok membatasi prilaku dia”. Aril menyambut kalimatku dengan tingkat keseriusan lebih tinggi lagi. Bagi dia, badan adalah segalanya, seseorang boleh punya ide segudang besarnya, setinggi langit dan sebesar gunung, degan catatan dia harus mampu membatasi gairahnya dalam prilaku sosialnya. Menurut Aril, kenapa dia berpendapat seperti itu, karena kondisi sosial masyarakat kita masih belum mampu menerima pola hidup yang sedikit eksentrik. Dimana strata sosial seseroang juga masih ditentukan dengan gaya hidup ”tertib”, hal ini terutama berlakuk terhadap kaum PEREMPUAN. Perempuan yang baik adalah perempuan yang mampu menjada dirinya, terutama kemaluannya. Perempuan yang bermartabat adalah perempuan yang tidak melakukan hubungan bebas. Aril merasa, arus tatanan masyarakat yang sudah terpola sedemikian akan sulit di dobrak begitu saja, perlu proses untuk mewarnai kemapanan tersebut dengan hal baru yang relatif bertolak belakang dengan kebiasaan yang sudah beratus tahun di langgengkan.
”Bukankah kemerdekaan berfikir jauh lebih penting? Bukankah selama ini banyak sekali fakta yang membukti perjuangan berhasil dari balik terali kungkungan, ketika secara badan dibatasi tetapi Pikiran mereka mampu mendekorasi situasi diluar?” pertanyaan ini belum sempat dijawab dengan serius, karena waktu sudah menunjukkan pukul 23.30, dan temanku sudah mengirimkan pesan singkat ”aku sudah dirumah”. Tandanya aku sudah harus bergerak kesana..sebelum mereka tertidur...
Sampai aku bangun tadi pagi, aku masih memikirkan obrolan tadi malam. Jujur saja aku belum cukup puas dengan bobot obrolan kami tadi malam. Apakah Aril adalah sosok yang mengagungkan simbol simbol saja? Sehingga lupa pada kekuatan lain dibelakang simbol, yaitu ; semangat. Atau aku hanyalah orang yang sok meng-agungkan idealisme semu, sehingga terjebak pada ide – ide manis yang gak aplikatif.....
Komentar