Ah! Putus! Sendal jepit putih bertali biru itu tertinggal satu langkah di belakang. Menjalar dingin di kaki kiriku, beradu kulit dengan lumpur sawah di Bineh Glee. Apa daya, terpaksa kupungut sendal tadi dan ku jinjing saja. Kembali berjalan di pematang sawah menuju kebun kelapa yang sudah didepan mata. Sebenarnya tadi sudah diingatkan untuk memakai sendal yang lain. Karena malas mencari kebelakang rumah, jadilah kupakai sendal jepit ini yang kebetulan teronggok nganggur dimuka pintu. Kadang ada benar mantra orang tua "kualat kalau tidak mau dengar". Sekarang, malasnya dibayar dengan geli dingin karena kaki melangkah diatas tanah becek sawah. Tersenyum aku setelah menghela nafas. Sampai juga. Sebelum masuk kekebun aku harus melewati aliran irigasi, ada tangga batang kelapa diantara pematang sawah dan kebunku. kebun orang tuaku tepatnya. ada pakwa Yan sedang menjalin helaian daun rumbia dan seulas bambu. dia memang pengrajin atap daun rumbia. seingatku, inilah salah