Langsung ke konten utama

Bercerita tentang ngopi di Aceh, bagi saya, seorang perempuan.

Berserakan potongan cerita di kepala ini kalau membayangkan aroma lemaknya kopi. Belum selesai satu sketsa terbayang, sudah muncul sketsa lain lagi. Loncat-loncat dari satu waktu ke waktu lain. Sulit membayangkan kapan terjadi momen ngopi yang tidak menyenangkan.

Medio 90an, tepatnya ketika jaman kuliah dulu, ngopi selalu dilakukan bersama teman kampus. Kita punya 1 tujuan ngopi; Solong. Rombongan kami menjajah satu-satunya meja marmer bundar yang terletak di  kamar penyimpanan rokok dan roti selai. Terdapat lemari kayu besar dengan banyak kaca. Kalau sekarang kita ke Solong, jangan cari kamar itu. Dia lenyap sebagai korban renovasi.

Cerita lucu mengalir di atas meja. Saling ledek, ngumpetin sendal, kemudian kesal, dan pulang dengan sisa tawa. Demikian berulang keesokan harinya. Pramusaji di Solong tidak bertanya keberadaan saya, Cici, Nova, Rini, dan Ayu diantara kawan laki-laki yang lain. Padahal kami bisa menghabiskan waktu dari siang sampai sore.

Menuju ujung 90an, saya mulai punya kawan ngopi yang lain. Keluarga besar Leuser. Pilihan tempat juga bertambah satu lagi; Atlanta. Berbeda dengan Solong yang sesak dengan laki-laki paruh baya, Atlanta dipenuhi mahasiswa. Dibangun di tengah tanah yang punya banyak pohon rindang. Kami biasanya berkumpul pada salah satu meja panjang dengan kursi kayu yang juga panjang. Pemandangan kami leluasa ke penjuru lahan dan kedai kopi. Lirik sana lirik sini.


Beda lagi dengan cerita di akhir 90an. mulai kenal dengan SMUR. Mulai kenal dengan diskusi hingga larut malam di P Nyak Makam 11. Diskusi sering berpindah ke kedai kopi. Mereka yang menghidang kopi -seingat saya-, tidak pernah bertanya kenapa masih ngopi hingga larut malam. Seingat saya juga, pengunjung  tidak  memberikan tatapan aneh kearah kami. Mungkin karena kami sama-sama korban nikmatnya kopi.

Awal 2000, walau sudah  bekerja untuk Consortium for Assistance to Refugees and the Displaced in Indonesia (CARDI), tapi kebiasaan ngopi  bergerombol tidak  hilang.  Solong terus berbenah, Atlanta ludes terbakar. Ada satu kedai kopi yang samar muncul dalam ingatan, Cek Wan. Entah kapan tepatnya kami rajin kesini. Yang jelas teringat hanya alasan kenapa ngopi disini. Harganya lebih murah dari Solong. Ada juga  Romen, di jalan P Nyak Makam. Bisa di bilang kami -SMUR- adalah gerombolan  pertama yang rajin menyesap kopi disitu. Letaknya tidak jauh dari P Nyak Makam 11.

Masa itu, teman yang kehilangan motor, tidak heran kalau mendapati motornya terparkir cantik di kedai kopi. Sudah pasti seseorang  tanpa permisi memboyongnya ngopi. Awal 2000an juga sering sekali kita dengar teman kehilangan motor di kedai kopi dan tidak pernah kembali.


Pramusaji dihampir semua kedai kopi langganan biasanya hapal dengan pilihan pelanggan setia. Mereka hanya datang menghampiri dan memastikan pikirannya tepat sama dengan pikiran kita.


Sebagai penikmat kopi dan sekaligus kedai kopinya, saya belum mampu mengingat momen dimana keperempuanan saya di gugat di kedai kopi. Baik ketika  datang selepas subuh, siang, sore, bahkan larut malam sekalipun. Apakah  datang sendri, berdua atau bergerombolan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

AADL (Ada apa dengan Lokop?)

Lokop, mendengar atau membaca nama tersebut pasti membuat otak gatal untuk mulai bertanya, bagi yang tidak pernah mendengar pasti akan bertanya, didaerah mana ya Lokop itu? Bagi yang sdah pernah mendengar pertanyaanya bisa berbunyi ; bagaimana kondisinya sekarang ?, Lokop berjarak kurang lebih 80 KM dari Langsa. Perjalanan kesana memakan waktu kurang lebih 3 jam 45 menit terhitung dari Langsa. Kalau dimulai dari kota peurelak mungkin bisa ditepuh dengan waktu 3 jam saja. Sebenarnya perjalanan kesana tidak akan terlalu lama apbila jalan aspal (jalan propinsi) yang sudah dibuat oleh pemda tidak seburuk sekarang ini. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi jalan disana, mulai dari banjir bandang yang baru-baru ini melanda, truk kapasitas besar yang serign emlintas dengan muatan yang tidak ringan, curhahujan tinggi yang semakin sering mengikis pinggiran jalan. Curah hujan tinggi ternyata tidak hanya membuat pengikisan bibir jalan, tetapi juga membuat alur baru yangterkadang memotong jalan

Reviktimisasi Korban Akibat Kurang Bijak Menjaga Jemari

“Ayah…, maafin P ya yah, P udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi P berani sumpah kalau P gak pernah jual diri sama orang. Malam itu P Cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa, terus P duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan P.” “Sekarang P gak tau harus gimana lagi, biarlah P pigi cari hidup sendiri, P gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin P ya..!!, nanti P juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah P belajar hidup mandiri, P harap ayah gak akan benci sama P, Ayah sayang kan sama P..???, P sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin P ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (P sayang Ayah).”  P, memilih mengakhiri hidupnya dengan seutas tali. Seperti dilansir Tribun News pada Selasa, 11 September 2012 lalu. Kemarin malam, saya sangat terkejut dengan bombardir berita di linimasa laman facebook. Penangkapan sejumlah laki-laki dan perempuan yang disangkakan menyalahgunakan narkotika, disertai foto-foto jelas, berikut nama dan alamatnya. Sung

KURSI-KURSI PATAH ( Cerita Pendek)

KURSI-KURSI PATAH H-40 “Kak, pergi terus ke SPBU Paya Meuneng ya, orang pak geuchik dah tunggu disitu. Nyak ke tempat Kak Darna sebentar, air asinnya macet lagi di dapur garam” itu yang tertangkap oleh indra pendengaran Biya. Suara Nyak tidak terlalu jelas. Beberapa kali kami bertelepon, tepat ketika Nyak berada di rumahnya, selalu saja suara yang terdengar tidak jelas. Padahal gampong Nyak berada di kecamatan Jangka. Dekat dengan kota Bireuen. Tidak juga terletak di lembah yang sulit menerima signal telepon. Sulit juga menerka alasan apa yang membuat sinyal telepon disitu tidak baik. Biya sendiri selalu lupa menanyakan penyebabnya pada Nyak. Kak Darna yang dimaksud Nyak adalah salah seorang tim pemenangan Biya. Kak Darna punya usaha dapur pembuatan garam di Jangka. Air asin sebagai bahan bakunya di dapat dari laut yang berjarak 50 meter saja dari pintu belakang tempat usahanya. Dialirkan melalui pipa panjang. Dipompa menggunakan mesin. Sudah beberapa bulan terakhir paso