Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2008

Perempuan -tidak- Terasing di Negeri nan Makmur. (Sebuah peluang pelaksanaan Gender Budgeting di Aceh)

Perempuan Aceh adalah orang kaya. Bagaimana tidak, karena tempat dimana mereka berpijak adalah sebuah negeri subur nan kaya dengan segenap endapan harta berlimbah ruah. Tapi apakah perempuan kemudian menikmati kekayaan tersebut. Mungkin mereka hanya mampu menjadi penonton ketika kekayaan dikeruk habis tanpa sedikitpun memberi keuntungan bagi mereka. Jangankan menikmati hasilnya, mencium wanginyapun mungkin tidak. Atau lebih menyedihkan kalau justru perempuan menjadi korban yang sengsara diatas kemewahan tersebut. Hal ini tidak mustahil terjadi. Sebut saja indikator yang dekat dengan kita ; jumlah perempuan pengangguran yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan dan anak-anak. Tetapi, perempuan Aceh bisa menghela nafas lega sesaat demi melihat pasal demi pasal dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh – UUPA, yang sudah mengakomodir beberapa kebutuhan fundamen perempuan. Paling tidak ada beberapa pasal didalam UUPA yang secara eksplisit menuliskan peluang perempuan

Dibalik surat R.A Kartini

Seperti tanggal 21 April yang sudah-sudah, hampir seluruh sekolah dipastikan kembali memperingati tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Seperti biasa, semua murid akan memulai rutinitas lain dari biasanya. Semua dimulai dari kostum sekolah yang tidak mengenakan seragam seperti hari yang lain, tetapi kusus murid perempuan di wajibkan berkebaya dan bersanggul. Tidak lupa menggunakan sendal ber hak tinggi yang tentu saja tidak ramah untuk kaki kecil usia sekolah dasar. Selain tidak ramah dari segi kesehatan, selop tinggi pasti akan sulit dikenakan dengan kain panjang melilit badan. Apa dinyana, anak-anak itu senang mengenakannya. Mungkin karena ini berbeda dari biasanya, bersekolah dengan seragam yang sama hampir satu minggu penuh. Perayaan selalu dimulai dengan melaksanakan upacara bendera, tujuannya untuk menghormati dan mengenang kembali jasa pahlawan Raden Adjeng Kartini. Keunikan kedua setelah seragam khususpun teridentifikasi; suasana upacara berbeda. Komandan upacara, pengibar ben

Mereka yang Cantik

Mereka yang Cantik Sebut saja namanya Nurbaya, dia adalah satu dari sekian anak kecil di Aceh yang nyaris kehilangan kenyamanan dengan rambutnya yang keriting. Hampir kemanapun dia pergi tatapan aneh semua orang akan menghujat rambutnya yang telah bergelombang sejak dia lahir. Sang ibu yang melahirkan turut merasa bersalah dan putus asa karena merasa berkonstribusi pada k”keanehan” anaknya. Bahwa dia adalah ibu yang gagal memberikan rambut yang lurus pada Nurbaya. Akibatnya, topi atau sejenisnya menjadi alternatif untuk menutupi rambut Nurbaya dari cercaan berkepanjangan. Lain Nurbaya lain pula cerita Aminah, gadis 4 tahun ini sudah merasakan prosesi pelurusan dan pewarnaan rambut di rumah kecantikan. Hanya karena sang ibu merasa penampilan anaknya masih kurang sempurna dibandingkan dengan anak-anak lain yang sering muncul di televisi. Nurbaya dan Aminah bisa dipastikan akan menjadi satu dari sekian orang yang berpotensi trauma dengan kondisi fisik tubuhnya. Karakternya akan ter

Manipulasi Data

Bagaimana memastikan bahwa perempuan dan kelompok rentan lainnya menikmati kesejahteraan?. Pertanyaan ini sepintas sangat sederhana, tapi yakinlah ianya sangat sukar untuk dijawab. Ditambah lagi kalau jawabannya harus dibuktikan. Skenario pembangunan kembali paska bencana dan konflik memberikan jaminan untuk mengintegrasikan gender. Gender layaknya topik diskusi hangat yang men-semarakkan pertemuan perencanaan kegiatan. Bagi semua orang gender menjadi komponen penting yang harus di arus-utamakan. Untuk meneropong arus realisasi rencana tersebut, maka data menjadi jaminannya. Hanya data terpilah yang bisa menghidangkan deskripsi yang sangat detil dalam rangka akselerasi percepatan program dan pemberian manfaat. Didalam konteks ini termasuk ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin. Ketidak-tersediaan data terpilah merupakan salah satu faktor penghambat pemberdayaan perempuan. Itu kenapa dia menjadi komponen penting dan alat efektif dalam rangka pemberdayaan perempuan. Apalag

Hari Perempuan Sedunia ; 97 Tahun Meraba Keadilan

Perempuan Aceh, perempuan Indonesia dan perempuan dunia, bergelora melecutkan semangat menuntut keadilan. Perempuan bersama dengan kelompok miskin dan rentan lainnya telah menjadi korban penindasan. Strategi melumpuhkan perempuan biasanya sangat halus dan licin. Mangsa secara tidak sadar akan mengikuti pola permainan musuh. Sampai akhirnya masuk kedalam perangkap. Sekali waktu musuh akan mengkonstruksi pemahaman bahwa perempuan adalah makhluk yang hanya boleh berada dalam sangkar domestik. Bahwa teritori mereka tidak boleh keluar dari pekarangan rumahnya. Sekali waktu musuh tadi menyusup dalam kungkungan budaya patriarki yang memandang bias terhadap perempuan. Perempuan di cap setengah makhluk, mereka sub ordinat. Negara yang seharusnya membasmi praktek-praktek penindasan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya untuk menegakkan hukum. Lebih kejam lagi dalam beberapa kasus, mereka memelihara penindasan itu. Padahal secara tegas dikatakan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh negara b